MAKALAH DM 2
OLEH : NITA ASRI MAWARHADI
OLEH : NITA ASRI MAWARHADI
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Diskusi
mengenai apakah agama Islam mempunyai konsepsi tentang sistem ketatanegaraan
atau tidak, nampaknya terus menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Para
ilmuan dan aktivis dalam dekade ini termasuk ilmuan Indonesia dan terutama
intelektual kampus sering mendiskusikannya.
Bermacam pendapat
muncul dalam rangka menganalisis teori tentang kedudukan negara dalam agama
Islam. Tampaknya H.Munawir Sjadzali mewarnai klasifikasi pakar Islam masa
kontemporer mengenai konsepsi negara dalam Islam.
Pendapat
pertama, menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dengan
pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan berpolitik
dan bernegara. Pendapat kedua menyatakan bahwa, Islam adalah sebagai suatu
agama, dan tidak ada hubungannya dengan hal yang berkaitan ketatanegaraan.
Pendapat ketiga, menyatakan mereka tidak sepakat bahwa Islam merupakan agama
yang serba lengkap dan didalamnya juga mengatur mengenai aturan ketatanegaraan
yang lengkap pula, tetapi ini bukan berarti didalam Islam tidak ada hubungan
dengan polotik dan ketatanegaraan, menurut mereka, Islam merupakan ajaran
totalitas, tetapi hanya dalam bentuk petunjuk-petunjuk pokoknya saja. Sehingga
kendati pun Islam tidak memuat ajaran mengenai politik dan ketatanegaraan
secara teoritis, namun didalam ajaran Islam terdapat sejumlah tata nilai dan
etika bagi kehidupan bernegara.
Adapun
para ilmuan Islam pendapat mengenai hubungan sistem ketatanegaraan dengan
Islam, apakah dalam Islam diajarkan atau dituntut agar mendirikan negara atau tidak,
namun kenyataannya umat Islam selalu membutuhkan sistem kenegaraan yang islami.
Karena bagaimanapun untuk mengamankan suatu kebijakan diperlukan suatu kekuatan
institusi politik untuk menegakkan keadilan dan memelihara perdamaian dan
ketertiban misalnya, diperlukan kekuasaan, apakah itu dalam organisasi politik
maupun negara. Andaikata kebijakan-kebijakan itu merupakan kebijakan Islam,
maka perangkat peraturan keamanannya juga harus Islam. Kurang bahkan tidak
tepat jika kita mengunakan kebijakan Islam namun menggunakan sistem non Islam. Realitas sejarah Islam menunjukkan bahwa
negara dibutuhkan dalam rangka mengembangkan dakwah.
Masalah
konsep Negara menurut perspektif Islam hingga kini masih menjadi perdebatan.
Setidaknya ada tiga pendapat mengenai hal ini seperti yang telah disampaikan
diatas, namun disini tidak akan menjelaskan perbedaan pendapat tiga pendapat
tersebut, dalam makalah ini akan menguraikan mengenai konsep
negara perspektif Al-Qur’an
dan As Sunnah. Baik dari definisi negara, konsep negara berdasarkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah, syarat pembentukan suatu negara, serta urgensi negara
dalam dakwah.
B.
Rumusan masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah mengenai,
1.
Apa definisi dan
makna negara menurut para ahli
2.
Bagaiman konsep
negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah?
3.
Apa saja syarat
dalam pembentukan suatu negara?
4.
Bagaiman urgensi
negara dalam dakwah?
C.
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat dalam mengikuti DM 2 KAMMI
yang dilaksanakan oleh Pengurus KAMMI Daerah Bogor.
BAB II
Pembahasan
Ada sebuah pertanyaan
klasik sepanjang masa, yaitu apakah perlu manusia itu memiliki sebuah negara?
Bila diperlukan, negara yang seperti apa yang dibutuhkan manusia? Lalu, bagaimana
mewujudkan negara tersebut? Apa tugas fungsi utama dari sebuah negara? Dan
bagaimana seharusnya manusia menyikapa negara?
A. Definisi
dan Makna Negara
Sebelumnya mari kita lihat apa definisi dan makna negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara adalah organisasi dalam suatu
wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat.
Ini berarti, negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam
masyarakat yang tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
Secara etimologis, kata
negara berasal dari kata state (inggris), staat (belanda,Jerman), E’tat (Perancis), dan status,statum (Latin) yang berarti
meletakkan dalam keadaan berdiri. Di Indonesia, kata negara berasal dari bahasa
sansekerta, yaitu negara atau nagari yang berarti wilayah, kota, atau
penguasa.
Selain itu ada beberapa
tokoh yang mendefinisikan mengenai negara, misalnya George Jellinek, ia
mendefinisikan negara sebagai organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
mendiami wilayah tertentu. Sedangkan R. Djokosoentono menyatakan negara sebagai
organisasi atau kumpulam manusia yang berada dalam pemerintahan yang sama.
Diatas merupakan beberapa dari
definisi negara, sekarang akan kita membahas mengenai Negara Islam.
Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah),
bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya.
Karena itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis).
Meskipun Negara Islam bersifat universal, namun tidaklah harus berwilayahkan
seluruh penjuru bumi, untuk bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam. Negara
Madinah pun hanya memiliki wilayah yang tidak terlalu luas, namun toh sudah
bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam, bahkan sebuah negara yang ideal. Yang
terpenting disini adalah bahwa wilayah tersebut dikuasai oleh satu payung
kekuasaan. Satu wilayah tidak boleh dikuasai oleh lebih dari satu payung
kekuasaan yang sama tinggi.
B.
Konsepsi Negara Perspektif Al-Qur’an
Dan As Sunnah
Berbicara mengenai kata negara dalam
Al-Qur’an dan As Sunnah maka sama halnya dengan mencari kata bom dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia beratus tahun silam. Namun begitu dalam Al-Qur’an juga
tak lepas dari pembahasan mengenai hal tersebut, meskipun tidak secara gamblang
disebutkan mengenai kata negara.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang
membahas mengenai negara terdapat dalam Qs. An-Nissa : 58-59.
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Berbeda dengan gambaran
sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai perkara individu dan hubungan
antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya Islam, ajarannya
diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat iman dan agama
memiliki kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam masyarakat
Amanah yang ada di
pundak manusia ada tiga. Pertama, antara manusia dan Tuhan. Artinya,
memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri
merupakan amanah yang ada di pundak manusia. Kedua, antara manusia
dengan manusia. Seseorang yang diberikan amanah harus mengembalikannya kepada sang
pemilik tanpa ditambah dan dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada diri
manusia itu sendiri seperti usia, kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental. Dari
sisi agama, semua itu adalah amanah Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan kita
manusia bukan pemilik diri kita sendiri melainkan hanya
mengemban amanah. Anggota badan kita harus dimanfaatkan dengan
baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi
terdapat lima pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap amanah memiliki pemiliknya yang
harus diserahkan kepadanya. Penyerahan amanah sosial seperti pemerintahan dan
pengadilan kepada orang orang yang bukan ahlinya adalah tidak sejalan dengan
iman.
2. Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia
itu Kafir ataupun Musyrik. Dalam menunaikan amanah
kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3. Bukan hanya hakim yang harus
adil, tapi semua orang mukmin haruslah
memelihara keadilan dalam segala bentuk penanganan masalah keluarga dan sosial.
4. Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan, haruslah kita tahu
bahwa Tuhan sebagai pengawas. Karena DiaMaha Mendengar
dan Melihat.
5. Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang terbaik adalah
Tuhan yang Maha Esa.
Kemudian dalam ayat
selanjutnya disebutkan yang Artinya :”Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
Dalam ayat sebelumnya
telah disebutkan bahwa dianjurkan menyerahkan urusan
pemerintahan dan keadilan kepada orang yang layak dan
adil. Ayat ini mengatakan kepada kaum Mukmin, selain taat kepada
Tuhan dan Rasulnya, maka haruslah kalian taat kepada
para pemimpin yang adil. Karena ketaatan itu merupakan kelaziman iman
kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dari ayat tadi
terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat
ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat yang ditaati harus tidak memiliki
kekurangan.
2. Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum
Tuhan dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat
dan menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3.
Jalan yang terbaik menyelesaikan
perselisihan mazhab Islam adalah merujuk kepada al-Quran
dan Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4.
Masyarakat haruslah menerima
pemerintahan Islam dan mendukung para pimpinan yang adil.
C. Syarat
Pembentukan Negara
Syarat
terbentuknya negara apabila ingin didaulat menjadi suatu negara minimal harus
melengkapi 4 syarat :
1. Memiliki
Wilayah ini adalah syarat mutlak bagi calon sebuah negara. Karena tanpa
wilayah/tempat, maka akan sulit bagi calon negara untuk membentuk negara yang
berdaulat. Contoh negara yang sudah terbentuk tapi masih belum memilik syarat
ini adalah Israel yang menempati wilayah dari Palestina.
2. Memiliki
Rakyat, ini juga merupakan syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk
negara. Karena tanpa rakyat, maka calon negara seperti tanpa tujuan yang jelas.
Dan juga diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut
dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada
suatu negara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi
sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Memiliki
Pemerintahan yang Berdaulat. Memiliki pemerintahan yang berdaulat juga salah
satu syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk negara, karena tanpa
pemerintahan, maka suatu negara tersebut akan jadi kacau balau karena tidak ada
aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah.
3 syarat ini merupakan syarat de facto (jelas). Masih ada satu syarat lagi yaitu syarat de jure:
3 syarat ini merupakan syarat de facto (jelas). Masih ada satu syarat lagi yaitu syarat de jure:
4. Diakui oleh
Negara Lain. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri
atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia
internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.
D.
URGENSI NEGARA DALAM
DAKWAH
Secara garis besar fungsi Negara yang
diungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi dua yaitu:
1. Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan
minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa Negara harus menyediakan atau
menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari masyarakat.
2. Negara berfungsi mendidik dan membina
masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja Negara adalah
menyediakan fasilitas infrastuktur, regulasi, institusi sumber daya manusia,
pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan yang luas dan mendalam
serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut berkorelasi positif pada
pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama
dari fungsi Negara ini.
Sebab-sebab
dakwah adalah karena Allah Swt, telah memerintahkan kepada manusia dan Jin
untuk menyembah hanya kepada Allah Swt tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Maka cara yang ditempuh-Nya tiada lain adalah dengan mengutus para
Rasul untuk menyampaikan dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjadikannya
sebagai tugas dan kewajiban. Dengan demikian tugas dan kewajiban ini berlaku
juga bagi setiap manusia yang sudah mengikrarkan diri dalam syahadatnya. Paling
tidak dapat dikemukakan enam tugas dan kewajiban tersebut:
1.
Memberikan
bimbingan kepada akal manusia untuk mengenal Allah dalam segala aspek dengan
manhaj yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Memberitahukan kepada ummat
manusia kabar-kabar ghaib yang perlu diketahui manusia. Hal ini dilakukan guna
mendatangkan ketenangan dan hati yang jernih, sehingga dalam beribadah manusia
mendapatkan nikmatnya.,
2.
Menerangkan apa
yang dihalalkan oleh Allah dan apa yang diharamkan-Nya bagi manusia. Memberikan
pengarahan kepada manusia dan menganjurkan kepada mereka agar hidup didunia ini
mengedepankan persaudaraan dan saling mencintai dengan tetap menjadikannya sebagai
ibadah demi kemajuan Islam.
3.
Memperhalus jiwa
dan mendidik jiwa mereka dengan cara mengarahkan jiwa dan akhlak pada
nilai-nilai yang mulia.
4.
menerangkan apa
yang menjadi pertentangan umat manusia, konflik-konflik yang terjadi akibat
syahwat manusia.
Lalu
bagaimana urgensi negara dalam jalan dakwah ini? Negara merupakan organisasi
terbesar yang menghimpun masyarakat yang ada di dalamnya, maka dari itu, negara
memiliki peran penting dalam dakwah ini. Tahapan yang harus di lakukan dalam
agenda dahwah meliputi,
a.
membangun sebuah
organisasi yang kuat dan solid sebagai kekuatan utama yang akan mengoperasikan
dakwah, ini disebut dengan Mihwar Tanzimi.
b.
Membangun basis
sosial yang luas dengan merata sebagai kekuatan pendukung dakwah, ini disebut
dengan Mihwar Sya’bi.
c.
Membangun
berbagai institusi untuk mewadahi pekerjaan-pekerjaan dakwah diseluruh sektor
kehidupan dan diseluruh segmen masyarakat, ini disebut dengan Mihwar Muassasi.
d.
Setelah tiga
tahap di atas, maka sampailah pada tingkat institusi negara. Sebab institusi
dibutuhkan dakwah dalam merealisasikan secara legal dan kuat seluruh kehendak
Allah SWT, hal ini disebut dengan Mihwar Daulah.
Tahapan
diatas merupakan tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan. Sehingga
ketika kita melangkah menuju tahap yang baru itu tidak berarti kita
meninggalkan tahap yang sebelumnya. Misalnya, ketika kita memutuskan untk masuk
kedalam mihwar muassasi (tahapan institusi) bukan berarti kita tidak lagi
melakukan kaderisasi.
Dalam
perspektif islam, politik adalah subsistem Islam. Dalam pembangunan peradaban
islam, dakwah harus mempunyai power dan dukungan kekuasaan untuk merealisasikan
islam dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Begitu pula dalam negara
demokrasi, dimana ada kebebasan didalamnya, karena kebebasan merupakan
penyangga dari demokrasi. Fungsi negara adalah memfasilitasi masyarakat untuk
hidup bersama secara damai. Negara bertugas melindungi setiap individu dan
entitas untuk hidup dengan cara mereka. Dasar yang digunakan negara dalam
bekerja adalah kesepakatan bersama antarwarga negara, dengan sesuatu yang
kemudian disebut sebagai konstitusi, undang-undang, atau hukum.
Maka,
semua orang menikmati demokrasi. Dakwah pun menikmati demokrasi karena disini
para dai menemukan kebebasan untuk bertemu dan berinteraksi secara terbuka dan
langsung dengan para objek dakwah. Namun kenikmatan ini tetap ada harga yang
harus dibayar, terutama bagi dakwah, kita memang bebas berdakwah, namun pelaku
kemungkaran juga bebas melakukan kemungkaran. Karena yang berlaku disini bukan
hukum benar-salah tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal walaupun salah.
Dan, sesuatu yang benar namun tidak legal akan tetap menjadi sesuatu yang
salah. Begitulah aturan main dari demokrasi.
Karena
pentingnya legalitas tersebut, maka kontribusi negara sebagai alat dalam dakwah
sangatlah penting. Negara memberikan fasilitas bagi berjalannya dakwah ini,
mulai dari kepala negara, hingga rakyatnya.
Kepala
negara mengurus kepantingan umat secara praktis, syara’ memberikan tanggung
jawab kepada penguasa yaitu kepala negara (khalifah) dan penguasa lainnya yang
diangkat oleh khalifah ataupun melalu bai’at. Pengurusan rakyat dalam islam
memang diserahkan kepada penguasa (khalifah), sebagaimana salah satu dalil
mengenai hal itu adalah,
"Dahulu,
Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya (tasûsûhum) oleh para
nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak
khalifah'. (H.R. Imam Muslim dari Abi Hazim).
Dari hadist diatas,
maka pengaturan kepentingan umat baik internal maupun eksternal sepenuhnya
berada ditangan kepala negara. Kemudian, bagaimana dengan peran kepala negara dalam
politik islam?
Peran kepala dalam hal ini
berupa :
a.
Seorang kepala
negara wajib untuk menjalankan hukum islam sebagai konstitusi (hukum) negara.
Ia tidak boleh mengadopsi aturan yang berada di luar konteks islam baik metode
pangambilan hukum ataupun hukumnya sendiri.
b.
Seorang kepala
negara bertanggungjawab terhadap politik dalam dan luar negeri sekaligus.
Termasuk dalam hal pertahanan negara (militer).
c.
Seorang kepala
negara berhak menerima ataupun menolak duta asing, serta menentukan dan
memberhentikan duta-duta islam.
Selanjutnya
adalah kontribusi umat (rakyat) dakam dakwah, yaitu:
a)
Kewajiban utama
umat dalam dakwah adalah taat kepada amir (penguasa). Yang ditunjukkan dengan
bai’at, baik bai’at in’iqod ataupun bai’at tho’at. Sebagaimana firman Allah dalam
Qs. An-Nissa : 59 yang artinya ““Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “
Selain
kewajiban mentaati penguasa, umat (rakyat) memiliki tiga peran penting dalam
jalannya pemerintahan dalam negara yang nantinya negara dijadikan sebagai alat
utama dalam dakwa, yaitu :
·
Rakyat berhak
dalam pemilihan penentuan penguasa
·
Terlibat dalam
musyawarah
·
Pengoreksi
kinerja pemerintah dalam dakwah dan menjalankan pemerintahan.
b)
Peran umat yang
selanjutnya adalah aktif dalamm musyawarah (al syura), dimana sl syura atau
pengambilan keputusan pengambilan pendapat dalam islam merupakan salah satu
konsepsi pilitik yang akan menamcap ditengah masyarakat islam dan menjadi
keistimewaan dari sistem yang lain.
c)
Umat sebagai
pengoreksi seorang pemimpin atau penguasa.
Inti
dari urgensi negara dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam
gerakan dakwah, yang memberikan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu
negara sebagai lembaga yang kuat yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya
, juga menjadi pelaksana dari hukum Islam, selain itu peran penting dari negara
yang lain yang tak kalah penting adalah negara menyiapkan dan melahirkan
kader-kader dakwah yang menyerukan hukum-hukum islam.
BAB
III
Penutup
Kesimpulan
Dalam
makalah ini dapat disimpulkan beberapa pokok dari pembahasan makalah, yakni
1.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang
mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Ini berarti,
negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat yang
tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
2.
Negara Islam merupakan negara yang
didirikan atas dasar keyakinan (aqidah), bukan atas dasar letak geografis,
etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena itu, Negara Islam bersifat
universal (dan karenanya multietnis).
3.
Syarat
pembentukan dari sebuah negara antara lain, memiliki wilayah tempat menjalankan
kedaulatan, memiliki rakat yang hidup didalamnya serta mau untuk tunduk dengan
hukum yang ditetapkan, memiliki pemerintah yang berdaulat yang akan memimpin
negara tersebut, yang terakhir adalah adanya pengakuan dari negara lain.
4.
urgensi negara
dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam gerakan dakwah, yang
memberikan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu negara sebagai
lembaga yang kuat yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya , juga menjadi
pelaksana dari hukum Islam, selain itu peran penting dari negara yang lain yang
tak kalah penting adalah negara menyiapkan dan melahirkan kader-kader dakwah
yang menyerukan hukum-hukum islam.
Demikian
makalah yang dapat saya buat mengenai “konsepsi
negara perspektif Al-Qur’an dan As Sunnah”. Saya sadar bahwa masih banyak
kekurangan didalamnya, maka kritik dan saran sangat saya butuhkan.
Daftar
Pustaka
Al-Qur’an
Anis Matta, Menikmati Demokrasi, Insan
Media; Jakarta, 2007
Amiruddin,
M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut
Fazlur Rahman,UII Press;yogyakarta,2000
al-ahkam-assuthoniyyah-dan-konsepsi-negara-menurut-perspektif-al-qur-E2-80-99an-dan-assunnah.html
Konsep-Negara-Dalam-Perspektif-Islam-Dan-Hadit.html
http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-an-
1 komentar:
Ditunggu tulisan selanjutnya
Posting Komentar