preload

MUSLIM NEGARAWAN

MUSLIM NEGARAWAN

Pages - Menu

MAKALAH DM 2
OLEH : NITA ASRI MAWARHADI



BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang

Diskusi mengenai apakah agama Islam mempunyai konsepsi tentang sistem ketatanegaraan atau tidak, nampaknya terus menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Para ilmuan dan aktivis dalam dekade ini termasuk ilmuan Indonesia dan terutama intelektual kampus sering mendiskusikannya.
Bermacam pendapat muncul dalam rangka menganalisis teori tentang kedudukan negara dalam agama Islam. Tampaknya H.Munawir Sjadzali mewarnai klasifikasi pakar Islam masa kontemporer mengenai konsepsi negara dalam Islam.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan berpolitik dan bernegara. Pendapat kedua menyatakan bahwa, Islam adalah sebagai suatu agama, dan tidak ada hubungannya dengan hal yang berkaitan ketatanegaraan. Pendapat ketiga, menyatakan mereka tidak sepakat bahwa Islam merupakan agama yang serba lengkap dan didalamnya juga mengatur mengenai aturan ketatanegaraan yang lengkap pula, tetapi ini bukan berarti didalam Islam tidak ada hubungan dengan polotik dan ketatanegaraan, menurut mereka, Islam merupakan ajaran totalitas, tetapi hanya dalam bentuk petunjuk-petunjuk pokoknya saja. Sehingga kendati pun Islam tidak memuat ajaran mengenai politik dan ketatanegaraan secara teoritis, namun didalam ajaran Islam terdapat sejumlah tata nilai dan etika bagi kehidupan bernegara.
Adapun para ilmuan Islam pendapat mengenai hubungan sistem ketatanegaraan dengan Islam, apakah dalam Islam diajarkan atau dituntut agar mendirikan negara atau tidak, namun kenyataannya umat Islam selalu membutuhkan sistem kenegaraan yang islami. Karena bagaimanapun untuk mengamankan suatu kebijakan diperlukan suatu kekuatan institusi politik untuk menegakkan keadilan dan memelihara perdamaian dan ketertiban misalnya, diperlukan kekuasaan, apakah itu dalam organisasi politik maupun negara. Andaikata kebijakan-kebijakan itu merupakan kebijakan Islam, maka perangkat peraturan keamanannya juga harus Islam. Kurang bahkan tidak tepat jika kita mengunakan kebijakan Islam namun menggunakan sistem non Islam.        Realitas sejarah Islam menunjukkan bahwa negara dibutuhkan dalam rangka mengembangkan dakwah.
Masalah konsep Negara menurut perspektif Islam hingga kini masih menjadi perdebatan. Setidaknya ada tiga pendapat mengenai hal ini seperti yang telah disampaikan diatas, namun disini tidak akan menjelaskan perbedaan pendapat tiga pendapat tersebut, dalam makalah ini akan menguraikan  mengenai konsep negara perspektif Al-Qur’an dan As Sunnah. Baik dari definisi negara, konsep negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, syarat pembentukan suatu negara, serta urgensi negara dalam dakwah.

B.     Rumusan masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai,
1.      Apa definisi dan makna negara menurut para ahli
2.      Bagaiman konsep negara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah?
3.      Apa saja syarat dalam pembentukan suatu negara?
4.      Bagaiman urgensi negara dalam dakwah?

C.     Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi syarat dalam mengikuti DM 2 KAMMI yang dilaksanakan oleh Pengurus KAMMI Daerah Bogor.



BAB II
Pembahasan

Ada sebuah pertanyaan klasik sepanjang masa, yaitu apakah perlu manusia itu memiliki sebuah negara? Bila diperlukan, negara yang seperti apa yang dibutuhkan manusia? Lalu, bagaimana mewujudkan negara tersebut? Apa tugas fungsi utama dari sebuah negara? Dan bagaimana seharusnya manusia menyikapa negara?

A.    Definisi dan Makna Negara
            Sebelumnya mari kita lihat apa definisi dan makna negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Ini berarti, negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat yang tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
Secara etimologis, kata negara berasal dari kata state (inggris), staat (belanda,Jerman), E’tat (Perancis), dan status,statum (Latin) yang berarti meletakkan dalam keadaan berdiri. Di Indonesia, kata negara berasal dari bahasa sansekerta, yaitu negara atau nagari yang berarti wilayah, kota, atau penguasa.
Selain itu ada beberapa tokoh yang mendefinisikan mengenai negara, misalnya George Jellinek, ia mendefinisikan negara sebagai organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu. Sedangkan R. Djokosoentono menyatakan negara sebagai organisasi atau kumpulam manusia yang berada dalam pemerintahan yang sama.
Diatas merupakan beberapa dari definisi negara, sekarang akan kita membahas mengenai Negara Islam.
Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah), bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis). Meskipun Negara Islam bersifat universal, namun tidaklah harus berwilayahkan seluruh penjuru bumi, untuk bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam. Negara Madinah pun hanya memiliki wilayah yang tidak terlalu luas, namun toh sudah bisa disebut sebagai sebuah Negara Islam, bahkan sebuah negara yang ideal. Yang terpenting disini adalah bahwa wilayah tersebut dikuasai oleh satu payung kekuasaan. Satu wilayah tidak boleh dikuasai oleh lebih dari satu payung kekuasaan yang sama tinggi.

B.     Konsepsi Negara Perspektif Al-Qur’an Dan As Sunnah
Berbicara mengenai kata negara dalam Al-Qur’an dan As Sunnah maka sama halnya dengan mencari kata bom dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia beratus tahun silam. Namun begitu dalam Al-Qur’an juga tak lepas dari pembahasan mengenai hal tersebut, meskipun tidak secara gamblang disebutkan mengenai kata negara.
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang membahas mengenai negara terdapat dalam Qs. An-Nissa : 58-59.
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
Berbeda dengan gambaran sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai perkara individu dan hubungan antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat iman dan agama memiliki kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam masyarakat
Amanah yang ada di pundak manusia ada tiga. Pertama, antara manusia dan Tuhan. Artinya, memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri merupakan amanah yang ada di pundak manusia. Kedua, antara manusia dengan manusia. Seseorang yang diberikan amanah harus mengembalikannya kepada sang pemilik tanpa ditambah dan dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada diri manusia itu sendiri seperti usia, kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental. Dari sisi agama, semua itu adalah amanah Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan kita manusia bukan pemilik diri kita sendiri  melainkan  hanya mengemban amanah. Anggota badan kita harus dimanfaatkan  dengan baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat  lima  pelajaran yang dapat dipetik:
1.      Setiap amanah memiliki  pemiliknya  yang harus diserahkan kepadanya. Penyerahan amanah sosial seperti pemerintahan dan pengadilan kepada orang orang yang bukan ahlinya adalah tidak sejalan dengan iman.
2.      Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia itu  Kafir ataupun  Musyrik. Dalam menunaikan amanah kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3.      Bukan hanya hakim yang harus adil,  tapi  semua orang  mukmin haruslah memelihara keadilan dalam segala bentuk penanganan masalah keluarga dan sosial.
4.      Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan, haruslah kita tahu bahwa Tuhan sebagai pengawas. Karena DiaMaha Mendengar dan Melihat.
5.      Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang terbaik adalah Tuhan yang  Maha Esa.
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan   yang Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan  bahwa dianjurkan  menyerahkan urusan pemerintahan dan keadilan kepada  orang  yang layak dan adil. Ayat ini mengatakan kepada kaum  Mukmin, selain taat kepada Tuhan dan Rasulnya, maka haruslah kalian taat kepada para pemimpin yang adil. Karena ketaatan itu merupakan kelaziman iman kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1.      Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam ayat ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat yang ditaati harus tidak memiliki kekurangan.
2.      Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum Tuhan dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat dan menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3.        Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam adalah merujuk kepada al-Quran dan  Sunnah Rasul yang diterima oleh semua orang.
4.        Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung para pimpinan yang adil.
C.     Syarat Pembentukan Negara
Syarat terbentuknya negara apabila ingin didaulat menjadi suatu negara minimal harus melengkapi 4 syarat :
1.      Memiliki Wilayah ini adalah syarat mutlak bagi calon sebuah negara. Karena tanpa wilayah/tempat, maka akan sulit bagi calon negara untuk membentuk negara yang berdaulat. Contoh negara yang sudah terbentuk tapi masih belum memilik syarat ini adalah Israel yang menempati wilayah dari Palestina.
2.      Memiliki Rakyat, ini juga merupakan syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk negara. Karena tanpa rakyat, maka calon negara seperti tanpa tujuan yang jelas. Dan juga diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu negara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3.      Memiliki Pemerintahan yang Berdaulat. Memiliki pemerintahan yang berdaulat juga salah satu syarat mutlak bagi calon negara untuk membentuk negara, karena tanpa pemerintahan, maka suatu negara tersebut akan jadi kacau balau karena tidak ada aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah.
3 syarat ini merupakan syarat de facto (jelas). Masih ada satu syarat lagi yaitu syarat de jure:
4.      Diakui oleh Negara Lain. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.



D.    URGENSI NEGARA DALAM DAKWAH
Secara garis besar fungsi Negara yang diungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa Negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari masyarakat.
2.      Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja Negara adalah menyediakan fasilitas infrastuktur, regulasi, institusi sumber daya manusia, pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut berkorelasi positif pada pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi Negara ini.

Sebab-sebab dakwah adalah karena Allah Swt, telah memerintahkan kepada manusia dan Jin untuk menyembah hanya kepada Allah Swt tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Maka cara yang ditempuh-Nya tiada lain adalah dengan mengutus para Rasul untuk menyampaikan dan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjadikannya sebagai tugas dan kewajiban. Dengan demikian tugas dan kewajiban ini berlaku juga bagi setiap manusia yang sudah mengikrarkan diri dalam syahadatnya. Paling tidak dapat dikemukakan enam tugas dan kewajiban tersebut:
1.      Memberikan bimbingan kepada akal manusia untuk mengenal Allah dalam segala aspek dengan manhaj yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Memberitahukan kepada ummat manusia kabar-kabar ghaib yang perlu diketahui manusia. Hal ini dilakukan guna mendatangkan ketenangan dan hati yang jernih, sehingga dalam beribadah manusia mendapatkan nikmatnya.,
2.      Menerangkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan apa yang diharamkan-Nya bagi manusia. Memberikan pengarahan kepada manusia dan menganjurkan kepada mereka agar hidup didunia ini mengedepankan persaudaraan dan saling mencintai dengan tetap menjadikannya sebagai ibadah demi kemajuan Islam.
3.      Memperhalus jiwa dan mendidik jiwa mereka dengan cara mengarahkan jiwa dan akhlak pada nilai-nilai yang mulia.
4.      menerangkan apa yang menjadi pertentangan umat manusia, konflik-konflik yang terjadi akibat syahwat manusia.

Lalu bagaimana urgensi negara dalam jalan dakwah ini? Negara merupakan organisasi terbesar yang menghimpun masyarakat yang ada di dalamnya, maka dari itu, negara memiliki peran penting dalam dakwah ini. Tahapan yang harus di lakukan dalam agenda dahwah meliputi,
a.       membangun sebuah organisasi yang kuat dan solid sebagai kekuatan utama yang akan mengoperasikan dakwah, ini disebut dengan Mihwar Tanzimi.
b.      Membangun basis sosial yang luas dengan merata sebagai kekuatan pendukung dakwah, ini disebut dengan Mihwar Sya’bi.
c.       Membangun berbagai institusi untuk mewadahi pekerjaan-pekerjaan dakwah diseluruh sektor kehidupan dan diseluruh segmen masyarakat, ini disebut dengan Mihwar Muassasi.
d.      Setelah tiga tahap di atas, maka sampailah pada tingkat institusi negara. Sebab institusi dibutuhkan dakwah dalam merealisasikan secara legal dan kuat seluruh kehendak Allah SWT, hal ini disebut dengan Mihwar Daulah.

Tahapan diatas merupakan tahapan yang saling terkait dan berkesinambungan. Sehingga ketika kita melangkah menuju tahap yang baru itu tidak berarti kita meninggalkan tahap yang sebelumnya. Misalnya, ketika kita memutuskan untk masuk kedalam mihwar muassasi (tahapan institusi) bukan berarti kita tidak lagi melakukan kaderisasi.
Dalam perspektif islam, politik adalah subsistem Islam. Dalam pembangunan peradaban islam, dakwah harus mempunyai power dan dukungan kekuasaan untuk merealisasikan islam dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Begitu pula dalam negara demokrasi, dimana ada kebebasan didalamnya, karena kebebasan merupakan penyangga dari demokrasi. Fungsi negara adalah memfasilitasi masyarakat untuk hidup bersama secara damai. Negara bertugas melindungi setiap individu dan entitas untuk hidup dengan cara mereka. Dasar yang digunakan negara dalam bekerja adalah kesepakatan bersama antarwarga negara, dengan sesuatu yang kemudian disebut sebagai konstitusi, undang-undang, atau hukum.
Maka, semua orang menikmati demokrasi. Dakwah pun menikmati demokrasi karena disini para dai menemukan kebebasan untuk bertemu dan berinteraksi secara terbuka dan langsung dengan para objek dakwah. Namun kenikmatan ini tetap ada harga yang harus dibayar, terutama bagi dakwah, kita memang bebas berdakwah, namun pelaku kemungkaran juga bebas melakukan kemungkaran. Karena yang berlaku disini bukan hukum benar-salah tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal walaupun salah. Dan, sesuatu yang benar namun tidak legal akan tetap menjadi sesuatu yang salah. Begitulah aturan main dari demokrasi.
Karena pentingnya legalitas tersebut, maka kontribusi negara sebagai alat dalam dakwah sangatlah penting. Negara memberikan fasilitas bagi berjalannya dakwah ini, mulai dari kepala negara, hingga rakyatnya.
Kepala negara mengurus kepantingan umat secara praktis, syara’ memberikan tanggung jawab kepada penguasa yaitu kepala negara (khalifah) dan penguasa lainnya yang diangkat oleh khalifah ataupun melalu bai’at. Pengurusan rakyat dalam islam memang diserahkan kepada penguasa (khalifah), sebagaimana salah satu dalil mengenai hal itu adalah,
"Dahulu, Bani Israil selalu dipimpin dan dipelihara urusannya (tasûsûhum) oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi sesudahku. (Tetapi) nanti akan banyak khalifah'. (H.R. Imam Muslim dari Abi Hazim).
Dari hadist diatas, maka pengaturan kepentingan umat baik internal maupun eksternal sepenuhnya berada ditangan kepala negara. Kemudian, bagaimana dengan peran kepala negara dalam politik islam?
Peran kepala dalam hal ini berupa :
a.       Seorang kepala negara wajib untuk menjalankan hukum islam sebagai konstitusi (hukum) negara. Ia tidak boleh mengadopsi aturan yang berada di luar konteks islam baik metode pangambilan hukum ataupun hukumnya sendiri.
b.      Seorang kepala negara bertanggungjawab terhadap politik dalam dan luar negeri sekaligus. Termasuk dalam hal pertahanan negara (militer).
c.       Seorang kepala negara berhak menerima ataupun menolak duta asing, serta menentukan dan memberhentikan duta-duta islam.

Selanjutnya adalah kontribusi umat (rakyat) dakam dakwah, yaitu:
a)      Kewajiban utama umat dalam dakwah adalah taat kepada amir (penguasa). Yang ditunjukkan dengan bai’at, baik bai’at in’iqod ataupun bai’at tho’at. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nissa : 59 yang artinya ““Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. “
Selain kewajiban mentaati penguasa, umat (rakyat) memiliki tiga peran penting dalam jalannya pemerintahan dalam negara yang nantinya negara dijadikan sebagai alat utama dalam dakwa, yaitu :
·         Rakyat berhak dalam pemilihan penentuan penguasa
·         Terlibat dalam musyawarah
·         Pengoreksi kinerja pemerintah dalam dakwah dan menjalankan pemerintahan.
b)      Peran umat yang selanjutnya adalah aktif dalamm musyawarah (al syura), dimana sl syura atau pengambilan keputusan pengambilan pendapat dalam islam merupakan salah satu konsepsi pilitik yang akan menamcap ditengah masyarakat islam dan menjadi keistimewaan dari sistem yang lain.
c)      Umat sebagai pengoreksi seorang pemimpin atau penguasa.

Inti dari urgensi negara dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam gerakan dakwah, yang memberikan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu negara sebagai lembaga yang kuat yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya , juga menjadi pelaksana dari hukum Islam, selain itu peran penting dari negara yang lain yang tak kalah penting adalah negara menyiapkan dan melahirkan kader-kader dakwah yang menyerukan hukum-hukum islam.




BAB III
Penutup
Kesimpulan

Dalam makalah ini dapat disimpulkan beberapa pokok dari pembahasan makalah, yakni
1.      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Ini berarti, negara merupakan pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam masyarakat yang tinggal dan hidup disuatu negara tersebut.
2.      Negara Islam merupakan negara yang didirikan atas dasar keyakinan (aqidah), bukan atas dasar letak geografis, etnis, ataupun aspek-aspek alam lainnya. Karena itu, Negara Islam bersifat universal (dan karenanya multietnis).
3.      Syarat pembentukan dari sebuah negara antara lain, memiliki wilayah tempat menjalankan kedaulatan, memiliki rakat yang hidup didalamnya serta mau untuk tunduk dengan hukum yang ditetapkan, memiliki pemerintah yang berdaulat yang akan memimpin negara tersebut, yang terakhir adalah adanya pengakuan dari negara lain.
4.      urgensi negara dalam dakwah adalah, negara sebagai fasilitator dalam gerakan dakwah, yang memberikan kelegalan dalam setiap gerak dakwah, selain itu negara sebagai lembaga yang kuat yang dipatuhi oleh rakyat yang ada didalamnya , juga menjadi pelaksana dari hukum Islam, selain itu peran penting dari negara yang lain yang tak kalah penting adalah negara menyiapkan dan melahirkan kader-kader dakwah yang menyerukan hukum-hukum islam.
Demikian makalah yang dapat saya buat mengenai “konsepsi negara perspektif Al-Qur’an dan As Sunnah”. Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan didalamnya, maka kritik dan saran sangat saya butuhkan.


                                              


Daftar Pustaka

Al-Qur’an
Anis Matta, Menikmati Demokrasi, Insan Media; Jakarta, 2007
Amiruddin, M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman,UII Press;yogyakarta,2000
al-ahkam-assuthoniyyah-dan-konsepsi-negara-menurut-perspektif-al-qur-E2-80-99an-dan-assunnah.html
Konsep-Negara-Dalam-Perspektif-Islam-Dan-Hadit.html
 http://indonesian.irib.ir/al-quran/-/asset_publisher/b9BB/content/tafsir-al-quran-surat-an-



Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

About Me